DESCRIPTION

JAKARTA- Wakil Presiden (Wapres) Muhammad Jusuf Kalla meminta para pimpinan organisasi Islam untuk memberi penjelasan serta mengendalikan umat masing-masing supaya segera menghentikan aksi penutupan gereja seperti yang terjadi di Jawa Barat. Karena aksi itu dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan akan melahirkan aksi balas dendam di tempat lain. “Akhir- akhir ini, kekerasan atau upaya sekelompok kecil umat mengenai penutupan dan pengrusakan gereja-gereja. Saya kira apa pun kekerasan seperti ini menjadi tanggung jawab kita semua untuk menghentikannya," kata Wapres Jusuf Kalla di penghujung acara sosialisasi butir-butir Kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 lalu di gedung Muham- madiyah Jakarta, Senin (29/8) kemarin . Dalam acara itu hadir Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah KH Hasyim Muzadi, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid, dan Wakil Ketua MPR AM Fatwa dan sejumlah tokoh Islam lainnya. Kalla menegaskan bahwa tidak satu pun yang menghendaki aksi kekerasan seperti itu. Karena itu, sebagai Wapres dia berharap supaya situasi itu bisa dikendalikan. Polisi Dipertanyakan Sejumlah anggota DPR mengaku sulit memahami sikap aparat, Kepolisian Republik Indonesia yang membiarkan bahkan menonton aksi kekerasan yang dilakukan sekelompok massa terhadap para penganut Kristen di Bandung, Jawa Barat. Ironisnya lagi, ketika sekelompok massa hendak menutup sejumlah rumah ibadah di Bandung beberapa waktu lalu, aparat Kepolisian datang mengawal kelompok massa itu dan menonton serta membiarkan setiap aksi yang mereka lakukan. "Lalu untuk. apa polisi-polisi itu ada kalau tidak bisa memberikan jaminan keamanan kepada orang yang tertindas atau merasa dianiaya? Mengapa mereka membiarkan massa menghentika dan menutup tempat ibadah agama lain?" kata Wakil Ketua’ Komisi I DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Effendy Choirie kepada pers di Jakarta, Senin (29/8). Effendy Choirie mengatakan, tindakan Polisi itu sangat tidak profesional. Polisi harus mengayomi semua orang dan bukan memihak pada satu kelompok tertentu saja. "Saya merasa heran melihat polisi yang menonton saja bahwa memfasilitasi kegiatan anarkis," katanya. Effendy Choirie lebih jauh mengatakan, DPR juga sangat prihatin dan resah melihat sikap-sikap radikal dan ekstremis yang dilakukan sekelompok massa yang mengaku beragama Islam terhadap para pengikut Kristen di Bandung, Banten dan di beberapa tempat lainnya di Tanah Air. “Saya mengutuk keras tindakan anarkis yang merasa benar sendiri, yang menganggap agama lain sesat dan yang main hakim sendiri, terutama yang mengatasnamakan Islam," katanya. Jika aparat keamanan dan pemerintah tidak mencegah dan menindak kelompok-kelompok tersebut, maka perbuatan kelompok itu bisa mengancam suasana kebhinekaan dan ujung-ujungnya mengancam persatuan dan perdamaian bangsa dan negara ini. Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) Boy MW Saul mengatakan, secara pribadi ia merasa heran dengan sikap aparat kepolisian yang seakan-akan membiarkan aksi anarkis berlangsung. "Aparat keamanan kurang tanggap. Kami imbau aparat keamanan untuk memperhatikan keamanan dan ketentraman rakyat di mana saja," katanya. Cabut SKB Selain mengecam aparat Kepolisian, Effendi Choirie juga mempertanyakan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 01/BER/mdn-mag/1969, yang ditandatngani oleh KH Moh Dahlan sebagai Menteri Agama dan Amir Machmud sebagai Menteri Dalam Negeri di Jakarta pada 13 September 1969. "Jika landasan SKB dalam perkembangannya melanggar hak asasi manusia, ya harus dicabut. Apalagi SKB tidak punya kekuatan hukum apa-apa. SKB yang diskriminatif, yang membatasi kebebasan umat béragama lain harus dicabut,” katanya. Karena akibat tindakan kekerasan oleh sekelompok agama yang berdasarkan pada SKB telah melahirkan ketakutan yang luar biasa di kalangan minoritas. Mereka ti-dak bisa konsentrasi dalam doa karena jangan-jangan ada lagi kelompok radikal yang datang. Seharusnya, kata Effendy Choirie, kelompok mayoritas memberikan perlindungan kepada minoritas. "Tapi yang terjadi saat ini sangat aneh. Yang mayoritas justru takut pada minoritas dan karena itu menindas kaum minoritas. Ini cara beragama yang aneh," katanya. Boy Saul mengatakan, masalah penutupan sejumlah gereja di Bandung menjadi isu hangat di Sidang Paripurna DPR, Selasa kemarin. Sejumlah interupsi muncul dari beberapa anggota DPR. Jacobus Mayong Padang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) sempat memprotes aksi penutupan gereja tersebut dalam Sidang Paripurna memperingati HUT ke-60 DPR RI. Dia menilai, penutupan gereja bisa mengganggu NKRI. Protes yang sama juga disampaikan oleh Victor Laiskodat dari Fraksi Partai Golkar (FPG). Catatan: Artikel berita ini bersumber dari harian Suara Pembaruan tanggal 29 Agustus 2005, yang dihimpun oleh Biro Litbang dan Komunikasi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di dalam “Kliping Pers Agama- Masyarakat”, Edisi Khusus/2005, halaman 8-9.

META DATA

Kasus KBB
Tidak Diketahui
Solusi
Tidak Diketahui
Bentuk Solusi
Tidak Diketahui
Status KBB
Berpotensi Mendukung KBB
Data
Tautan
Komunitas Terdampak
Umat Kristen di Indonesia